Sang surya mulai merangkak
mendekati samudera. Bersiap masuk ke peraduan yang setia menanti hadirnya, guna
melepas penat karena seharian bekerja. Cakrawala pun berubah menjadi jingga,
tanda senja telah hadir menyapa.
Aku melayangkan padangan
berkeliling. Kudapati belum ada orang yang beranjak meninggalkan tempatnya. Syahdunya
pertemuan mentari dan lautan memang layak untuk disaksikan. Terlalu indah untuk
dilewatkan begitu saja ..
Setidaknya itu yang kita berdua
pahami. Maka rutinitas itu kemudian hadir, sejak pertama kita bertemu di pantai
dan senja. Berulang kali pertemuan tak sengaja hadir dengan latar yang sama : pantai dan senja. Dua hal yang cukup membuat akhirnya tangan kita terangkat untuk sekedar jabat tangan perkenalan.
Pun ketika pada akhirnya, entah
siapa yang memulai, pantai ini dan senja menjadi latar untuk cerita kita. Bukan
cerita romantis seperti yang ada pada novel percintaan dua anak manusia. Sama
sekali bukan. Rutinitas kita hanya diisi dengan duduk di atas pasir, atau terkadang
berjalan menelusuri pantai dan bercerita. Mmm … mungkin lebih tepatnya engkau
bercerita dan aku mendengarkan.
Kenapa hanya engkau yang
bercerita ? Ah … sampai hari ini, hampir dua belas purnama sejak pertemuan pertama kita, hal itu tetap menjadi misteri. Mungkin memang
begitulah adanya kita dan kenapa ada ‘kita’. Setiap pertemuan diisi
dengan cerita tentang dirimu, hari-harimu dan segala kisah hidupmu. Aku sendiri
tidak berinisiatif mengambil porsi yang sama denganmu. Cukup mendengarkan ..
itu saja ….
Lelahkah aku ? Aku rasa tidak ….
Jika mendengarkanmu sudah cukup membuatku bahagia, apalagi yang perlu kuminta ?
Mungkin diri ini terlalu pengecut untuk sedikit saja mengambil inisiatif untuk bercerita.
Terlalu takut akan kehilangan kebahagiaan yang selama ini menyusup di jiwa. Tapi aku tak peduli ...
Rembulan sudah berjalan tuk menempati posisinya. Berarti sebentar lagi tidak akan ada kita, pantai dan senja. Yang
ada hanya aku dan kamu. Dua individu yang kembali menjadi asing dan menempuh
jalan yang berbeda.
“Sampai bertemu lagi. Terima kasih untuk hari ini …” Salam
perpisahan diiringi senyuman kecilmu menjadi kata-kata yang kudengar dari
mulutmu di senja ini, sama seperti senja-senja lainnya.
Aku terdiam sejenak .. menimbang
kata-kata yang paling pas untuk kuucapkan sebagai penutup pertemuan kita. Aku
melihatmu menunggu sesuatu terucap dari bibirku. Perlukah kata-kata ini kuucapkan ? Bukankah kehadiranku bukanlah sesuatu yang
nyata bagi sekelilingmu ?
Ah … ini hanya kata-kata basa
basi sebelum akhirnya besok kita bertemu lagi kan ? Pikirku …
Lambaian tangan menutup senja
kita ….
Lirih ku berucap …
“Sampaikan salamku pada kekasihmu …”
---
Bandung, Feb 21st 2013
pic taken from here