Tuesday, April 20, 2010

Hai ... Namaku Bintang

Hai ... Perkenalkan namaku Bintang. Begitu mereka memanggilku. Kau juga boleh memanggilku demikian. Kata teman-temanku, aku cukup menarik. Walaupun aku yakin yang mereka maksudkan bukan fisikku, karena aku bintang yang biasa, sangat biasa bahkan.

Akhir-akhir ini aku punya kebiasaan memandang bumi. Mmm ... sebenarnya aku sudah tau, kalau bumi sudah ada sejak dulu. Tapi aku baru menyadari eksistensinya. Waktu itu, aku melihat salah seorang dari kerabatku, jatuh ke bumi. Dia bilang, Bumi itu indah, dan itulah alasan ia mendatanginya. Sejak itu, aku juga ikut mengamati Bumi. Aku penasaran dengan keindahan yang diceritakan kerabatku itu.

Ternyata dia benar. Bumi itu indah. Ia sangat menonjol dibanding yang lain. Warnanya indah, ada hijau, coklat dan juga biru di sana. Aku terus mengamatinya bahkan sampai berbulan-bulan setelah pertama kali aku menyadari keberadaannya. Tanpa kusadari aku jatuh cinta padanya.

Lama kelamaan, memandangi serasa tak cukup buatku. Sebut saja aku serakah. Tapi aku tak bisa mengendalikan hatiku. Aku ingin bersamanya. Apalagi, aku rasa ia juga tertarik padaku. Aku liat ia juga sering memperhatikanku.

Ketika bersiap-siap mendatangi bumi, seorang kerabat tiba-tiba menghampiriku.

"Kamu yakin akan mendatangi bumi ?"

Aku mengangguk mantap

"Apa menurutmu bumi akan menerimamu ?" Lanjutnya

"Tentu saja ... Kau tidak liat ? Ia terus memperhatikanku."

Raut wajah kerabatku tiba-tiba menjadi sendu. Ia menggeleng lemah. "Perhatikan baik-baik. Dengan mata & pikiranmu. Apa ia benar-benar memperhatikanmu ?"

Aku menurutinya. Dan aku tetap merasakan bumi menatapku. Apa maksud kerabatku itu ?

Demi melihat raut kebingunganku, Ia melanjutkan.

"Lihat baik-baik. Di sekeliling bumi, ada bintang lain yang lebih terang dari kita. Ada matahari dan juga bulan yang lebih dinantikan kehadirannya. Ia memang suka menatapmu. Tapi sadarkah kau, jika sang fajar mengakhiri malam, ia lebih memilih merasakan mentari. Bahkan di saat malam sekalipun, Ia lebih merasakan kehadiran bulan "

"Tapi aku kan lebih menarik daripada bulan. Sinarku memang tidak seterang mentari ... Tapi aku bisa yakinkan ia, aku bisa hadir hanya untuknya. Aku bisa mendatanginya. Lalu kenapa aku harus mengalah pada Mentari atau bulan ?"

"Kau indah ... sangat indah. Tapi kau terlalu jauh darinya. Akan sangat sulit bagimu meraih perhatiannya. Kau lihat bulan. Ia tidak terlalu terang. Tapi ia sangat dekat. Sehingga sang bumi terus merasakan kehadirannya. Begitu juga dengan mentari. Bumi malah sangat bergantung padanya. Sedangan kau ? Ia memang merasa senang bila kau hadir, tapi Ia tidak akan kehilangan jika kau tak ada. Kalau begitu, mana mungkin kau bisa bersaing dengan mereka berdua."

Aku terdiam sangat lama. Hati kecilku berkata kerabatku benar. Tapi salahkah aku jika terus berharap ?

------------------

Feb 16th, 2010

Gambar pinjem dari sini

0 comments:

Post a Comment

 
;