"Kau tak ingin mempertimbangkannya ...?"
Aku masih ingat pertanyaan terakhir yang kau lontarkan padaku setahun yang lalu.
Aku menggeleng, "Mmm ... Maaf, kurasa tidak."
Sungguh .. aku tak berniat untuk angkuh kala itu. Aku menjawab dengan yakin berdasarkan logika pikiranku dan mm ... kurasa .. ya kurasa hatiku juga berkata demikian.
Ya ... Aku yakin dan selalu yakin dengan jawabanku ... setidaknya sampai pada titik aku mendatangimu tapi kau tak di sana. Ketika aku mencarimu dan tak kutemukan sosokmu. Bahkan jejakmu tak kutemukan. Keangkuhanku mulai pudar seiring kesadaran yang tiba-tiba muncul di hatiku. Aku kehilangan teman baikku ... Mmm bukan itu saja ... Aku kehilangan orang yang sangat aku butuhkan .... Aku kehilanganmu. Dan aku tak pernah aku mengira akan sesakit ini menyadari bahwa kau tak ada di sini. Tak ada lagi yang membuatkan makanan untukku. Tak ada lagi yang mendengar keluh kesahku, Mendengar cerita bahagia dan dukaku.
Aku menyesal ... aku marah pada diriku sendiri. Bukankah dulu kau pernah ingin terus bersama denganku. Bukankah dulu kau pernah meminta mendampingiku di suka & dukaku ... Dan dengan bodohnya, aku menolakmu .. Aku begitu angkuh menolak semua keindahan, hanya karena aku merasa belum nyata saat itu. Dan kenyataan itu datang tak lama setelah kau pergi ... kenyataan bahwa aku menginginkanmu
Tiba-tiba saja hari itu, aku menerima pesan singkat darimu, setelah hampir setahun kau menghilang.
"Aku ingin bertemu, bisakah?"
Aku tak bisa menjelaskan bagaimana senangnya aku hari tu. Ini pertanda sangat baik buatku. Kau yang menghilang setahun yang lalu membawa pergi kekecewaanmu, Kini kembali menghampiriku. Yaa ... ini bukan pertemuan kebetulan, tapi kau yang memintaku untuk bertemu ...
Ah ... kau memang tidak pernah berubah. Selalu saja bisa memaafkan. Selalu saja bisa menerima kesalahan-kesalahanku. Walaupun kali ini kau butuh waktu lebih lama, tak apa-apalah .... mungkin memang konsekuensi dari ketololanku.
Kau lebih kurus ... Mmm ... dan lebih cantik kurasa. Senyummu yang mengembang ketika jabat tangan pertama kita -sejak setahun yang lalu- seakan memberi kesan padaku. Fisikmu mungkin sedikit berubah, tapi kuyakin hatimu tidak.
"Maaf ...." Ternyata hanya satu kata itu yang bisa keluar dari mulutku, setelah begitu keras upayaku menghilangkan kegugupanku ... Ya Tuhan ... Aku seperti anak ABG yang baru jatuh cinta ...
"Untuk apa ? Harusnya aku yang minta maaf. Menghilang tanpa kabar." Kau masih saja begitu baik padaku. Meminta maaf untuk kesalahan yang pernah kubuat
"Aku juga minta maaf pernah memberimu pilihan yang sulit" Lanjutmu masih dengan kata-kata maaf. Tahukah kau ... aku semakin merasa bersalah dengan semua ketenangan dan permintaan maafmu. Kau yang tersakiti di sini, dan kau masih saja menyalahkan dirimu. Aku memang tolol selama ini ... menolak kehadiran seseorang sepertimu.
"Aku yang harus minta maaf. Ketololanku membuatku kehilanganmu" Kali ini suaraku bisa keluar dengan lancar.
Kau tersenyum ... manis sekali. Kenapa baru kusadari sekarang. Kau tersenyum sangat manis. Dan aku tak menyadarinya selama bertahun-tahun kebersamaan kita. Lagi-lagi aku menyadari ketololanku.
"Bagaimana kabarmu sekarang ... ? Kau terlihat ... mmmm ... agak kurus" Kau membuka pembicaraan lagi. Menyudahi tema maaf-memaafkan yang mungkin akan terus berlanjut jika tak kauhentikan.
Aku begini karena kehilanganmu ... Aku kacau akhir-akhir ini ... dan semuanya karena kau pergi. Ingin sekali kusampaikan kalimat itu. Tapi ternyata hanya batinku yang mampu bersuara. Sedangkan mulutku hanya menjawab sekenanya
"Ya .. beginilah"
C'mon ... Apalagi yang kau tunggu. Katakan sekarang. Katakan kalau kau menyesal membuat dia pergi. Katakan kalau kau membutuhkannya. Katakan .. ayo ... Batinku tiba-tiba memaksaku. Mungkin memang sudah saatnya.
"Sebenarnya, aku ingin berterima kasih" Mungkin karena terlalu lama menunggu, kau memulai lagi pembicaraan ini. Aku semakin salah tingkah. Ada apa ini ... kenapa tiba-tiba perasaanku mulai tidak nyaman ...
"Dulu, aku merasa bahwa hatiku untukmu. Kita sudah terlalu lama bersama. Sudah terbiasa melakukan banyak hal bersama. Aku menyayangimu. Bahkan waktu itu aku merasa aku mencintaimu." Kau memulai penjelasanmu
"Sejujurnya, dulu, ketika kau mengatakan tak bisa bersamaku. Aku kecewa. Makanya aku memutuskan menghilang dari hidupmu. Aku merasa hancur dan kurasa harus menata hatiku lagi. Tapi ternyata aku salah" Lanjutmu
"Aku ternyata tidak hancur. Dulu, mungkin karena aku terlalu terbiasa bersamamu. Ternyata setelah pergi aku dengan mudah bisa melupakanmu, mungkin karena kita tidak bersama lagi kala itu. Aku mengatakan semua itu sekarang, supaya kau tidak merasa bersalah karena tidak mencintaiku. Kukatakan sekarang ... aku tak apa-apa. Jadi kau tak perlu merasa bersalah. Bahkan aku berterima kasih karena dulu kau menolakku"
Pernyataanmu barusan serasa menghentak jantungku. Ketika menjauh dariku, kau menyadari bahwa kau hanya terbiasa bersama ku. Tapi aku ... ketika jauh darimu menyadari bahwa aku tak bisa kehilanganmu ... ironis ... benar-benar ironis.
"Oya, bukan itu saja alasan aku ingin bertemu denganmu. Aku ... aku ingin kau yang pertama kali tau kabar bahagia ini. Mmmm ... Aku akan menikah bulan depan."
Ternyata pembalasan karma ini belum selesai. Ternyata akibat kebodohanku sampai separah ini. Aku akan kehilanganmu ...
Selanjutnya ceritamu tentang dia yang sukses memenangkan hatimu terasa mengawang-ngawang di kepalaku ... Inikah akibat dari keangkuhanku. Dulu, aku begitu yakin bahwa aku tidak mencintaimu. Kau hanya sahabat biasa bagiku. Bahkan ketika kau menyatakan perasaanmu, aku menolakmu ... Tapi sekarang, ketika aku yakin bahwa rasa ini sudah sangat kuat padamu. Aku kehilanganmu ... benar-benar kehilanganmu ...
Bandung, Jan 10th, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment