Sunday, April 18, 2010

Pulang ...

Kupandangi potret wanita setengah baya itu ... entah sudah berapa lama kuhabiskan memandangi wajah yang sama ... Segurat keharuan itu hadir bersama senyum tulusnya yang terpampang di wajah itu ...

"Berjalanlah sejauh yang kau bisa, nak ... Tapi jangan lupa untuk pulang."

Sepenggal kalimat yang masih kuingat ketika engkau melepasku pergi 7 tahun yang lalu. Jiwa mudaku yang masih menggelora begitu bersemangat menjejakkan langkah di titik awal perjalananku, membuatku memaknai dengan kata-katamu dengan sangat dangkal.

"Tentu aku akan pulang, bu" Ujarku, yang kau sambut dengan senyum tertahan penuh makna yang lagi-lagi tak bisa kutangkap maksudnya. Dan aku tidak terlalu memperhatikannya. Bagiku dunia sedang terhampar luas di depanku. Dan kakiku sudah sangat siap melangkah. Kuyakin kaupun bisa merasakan luapan bahagiaku tatkala anggukan kepalamu menjawab permintaanku untuk melihat dunia baru yang sama sekali belum pernah kutemui sebelumnya. Sementara kebanyakan langkah teman-temanku tertahan dengan gelengan kepala atau perkataan tidak.

Euforia menggapai impian masa kecil, menginjakkan kaki di tanah ini terus menuntunku untuk melangkah -seperti pesanmu-. Kutepiskan segala gundah dan rindu yang kurasakan hanya akan membuatku lemah. Sakit karena kerikil tajam atau penat kaki karena jarang berhenti, lebih sering kuabaikan. Bahkan kutanamkan di dalam diriku, pantang bagiku untuk mengadu pulang. Tidak boleh ada beban yang kubagi padamu. Segala doa dan restumu untuk perjalananku sudah cukup buatku. Sehingga semakin lama, setiap lara dan duka yang kutemui kubiarkan berserakan di tiap ruang hati dan pikiranku, tanpa pernah ada siapapun ikut masuk dan membereskannya.

Aku menepati 'janji' ku padamu. Pulang di setiap kesempatan yang aku punya. Dan seperti yang kuduga, senyummu selalu menyambut kedatanganku. Senyum yang selalu sama indahnya, setidaknya menurutku. Dan memang, ketidakpekaanku tak mampu mendalami apa yang ada dibalik senyum itu.

Aku baru menyadari perbedaan itu, ketika akhirnya aku benar-benar jatuh. Ketika ternyata berdiri dengan usaha sendiri tak mampu lagi kulakukan. Keangkuhan ku runtuh begitu aku menyadari, aku butuh seseorang yang membantuku untuk berdiri. Dan saat itulah, wajah engkau lah yang pertama kali melintas di benakku.

Ada senyum yang berbeda, ketika aku pulang dan akhirnya menumpahkan semuanya padamu. Benteng yang selama ini kubangun, runtuh seketika ketika berhadapan dengan belaian lembutmu. Sesuatu yang tak pernah kualami sebelumnya. Dan kemudian kusadari, bercerita panjang di pangkuanmu, mendengar untaian kata-kata lembut darimu, seakan menemukan oase di padang pasir bagiku. Tenang tapi mendatangkan semangat baru yang tak pernah kusangka.

"Terima kasih, nak ... Akhirnya hari ini kau benar-benar pulang." Samar-samar kutangkap suara itu, di antara belaian lembut di sela-sela rambutku. Sejenak kucoba cerna kata-kata yang baru saja kudengar dan aku teringat pada pesanmu dulu. Berjalanlah sejauh yang kau bisa, nak ... Tapi jangan lupa untuk pulang. Akhirnya ... hari ini aku mengerti makna pulang yang pernah kau pesankan padaku 7 tahun lalu ... Aku janji bu, mulai saat ini aku akan selalu 'Pulang' ...



Untuk ibu yang dengan setia menungguku 'Pulang', tidak hanya untuk berbagi suka, namun juga berbagi duka.

-dya asnur, March 6th 2010-

0 comments:

Post a Comment

 
;